Beberapa kata bungkam dan menjadi tidak berarti, apabila hanya menjadi kata di pangkal lidah. Menjadi tidak berarti apabila hanya sebatas kamu yang tahu.
Menjadi sia-sia dengan membiarkan orang lain menerka pikiranmu, pikiran-pikiran rumit yang semakin lama diam semakin lama tak temui hujung.
Kata-kata kian bungkam, ketahuilah menahan dan menyimpan asa itu membuat sesak dan membuat ruangan itu bergejolak di penuhi dengan kupu-kupu yang memberontak ingin keluar.
Siapa pulak inginkan? Tidak ada, tapi pikiranmu semakin hari semakin bertambah cabang, kesana kesini sampai hilang rupa. Kamu beri pertanyaan, tanpa aku jumpai jawaban.
Kita pernah ada di antara daun gugur, serta senja yang kian renta. Bertatap tanpa bicara, seakan memberikan kesempatan pada hening dan diam untuk bertahta.
Bukankah hidup ini selayaknya hanya fatamorgana?
Jika memang aku sebut cinta perihal rasa, lalu bagaimana dengan semua penilaian yang lahir dari sepasang bola mata?
Kasih, tidak kah ini fana?
Perihal waktu, kita pasti pergi menua dan renta.
Menghilang di balik lembab dan merahnya tanah, kamu tahu? Ini lah yang pasti bukan fana semata..bukan sesuatu yang bisa kita hindari.
Tapi dengan rasa, mungkin adalah asa yang tertunda dan boleh di terpa.
Kamu, adalah sesuatu yang aku inginkan sekaligus hal rumit yang membuat saraf motorik tidak berkerja dengan baik.
Kenapa bisa? Aku bermain dengan waktu, aku telusuri setiap masa yang merangkai makna. Semula kosong, semula kokoh.
Lama aku bersama waktu, dia melunak entah salah atau benar.
Yang pasti waktu memberangus semua titik tanya.
Dalam gurat pilu langkah jatuh terhenti.